Negara, Orla,
Orba dan 15 Tahun Reformasi
Reformasi telah 15 tahun terlewati,
berbagai problematika masyarakat berbangsa dan bernegara naik ke permukaan
mewarnai dilematika bangsa ini. Namun apakah yang dapat kita rasakan di era
reformasi yang begitu bebas ini? Benarkah era sekarang lebih menjajikan
kesejahteraan bagi masyakarat kecil serta masyarakat kota pinggiran? Atau era
sekarang lebih kejam dan mengerikan dari era sebelumnya dan menelantarkan
rakyat kecil miskin kota? Korupsi meraja lela, peran negara dalam pandangan
masyarakatpun dipertanyakan keberadaanya!
Sejarah
Jika kita mengaji sebuah peradaban, memang
benar apa yang menjadi nilai dari sebuah sejarah. “apa yang terjadi sekarang
merupakan buah tangan dari peninggalan masa lalu sekaligus meruakan
representatif dari masa yang akan datang”. Maka seyogyanya sebelum kita
membahas 15 tahun reformasi beserta seluk beluknya, tak etis rasanya tanpa
menyingguang Orede Baru (Orba), dan sekilas tentang Orde Lama (Orla).
Perlu menjadi acuan bagi semua kawan-kawan,
sejarah bukanlah sebatas hafalan, sejarah itu adalah sebuah kenyataan, nilai
kebenaran dan kenyataan sejarah terletak pada substansi peristiwa. Yang menjadi
problem kemudian adalah letak sejarah yang tertulis, apakah benar sejarah yang
tertulis mendekati kebenaran peristiwa? Perlu dicanangkan dalam fikiran
kawan-kawan semua, “sejarah yang tertulis adalah milik penguasa”. Namun
demikan, tak semua sejarah yang tertulis kabur dari nilai kebenaran. Dalam
sejarah terdapat istilah “versi” sejarah, maka tak elok rasanya kita
mengabaikan versi sejarah. Yang perlu kita lakukan adalah menverifikasi
berbagai versi yang ada, kemudian menyimpulkan, yang manakah versi yang
mendekati nilai kebenaran sebuah peristiwa!
Sekilas Masa
akhir Orla
Soekarno di masa akhir pemerintahanya
menggunakan demokrasi terpimpin, titik tolaknya adalah dekrit persiden 5 juli
1959. Dekrit ini dilandasi karena kegagalan dewan konstituante dalam menyusun
undang-undang dasar baru bagi republik. Untuk mengendalikan keadaan, maka
Soekarno mengeluarkan dekrit. Adapun isi dari dekrit tersebut diantaranya:
pembubaran dewan konstituante, memberlakukan kembali UUD 1945, tidak
diberlakukanya UUDS 1950, pemakluman bahwa pebentkan MPRS dan DPRS akan
dilakukan dalam waktu sesingkat-singkatnya, dan dinyatakan Piagam Jakarta
menjiwai UUD 1945.
Dengan dekrit ini, maka kekuasaan Soekarno
sangat dominan, dan dalam prakteknya kemudian DPR yang menunjuk dan melantik
adalah presiden. Padahal DPR merupakan bagian dari MPR, sedangkan MPR sendiri
menurut UUD merupakan lembaga tertinggi negara yang membawahi presiden.
Dominasi kekuasaan Soekarno juga didukung oleh proyek besarnya, yakni
menyatukan tiga ideologi besar (tiga sub ideologi partai besar) yang terkenal
dengan istilah NASAKOM (Nasionalis, Komunis, dan Agama). Dengan adanya Nasakom
ini, keberadaan Komunis (PKI) semakin dominan, dan PKI pula lah yang kemudian
menjadi kekuatan yang selalu dianak emaskan Soekarno.
G 30 S, dan
Berdirinya Orba
Gerakan 30 September 1965 yang lebih
dikenal dengan istilah G 30 S, merupakan tragedi besar yang menjadi titik tolak
berakhirnya masa pemerintahan Soekarno dan kemudian digantikan dengan Soeharto.
Adapun dalang dari gerakan ini banyak versi, diantaranya :
PKI; golongan ini dituding menjadi dalang
gerakan makar yang hendak menjadikan republik ini menjadi negara komunis. Versi
ini dilontrkan oleh angkatan darat (AD), dan pemerintah Orba.
AD; angkatan darat dituding menjadi
dalang, yang mana G 30 S merupakan rekayasa AD dengan menyusup ke tubuh PKI,
kemudian merekayasa gerakan 65.
CIA; Amerika (CIA) tidak berkenan dengan
melihat Indonesia yang semakin memihak blok timur (Soviet, China). CIA tak
berkenan Indonesia dikuasai oleh komunis.
Soeharto; disebutkan bahwa Soehartolah
sebenarnya dalang dari gerakan tersebut, disaat jendral-jendral yang lain
diculik oleh perusuh, mengapa Soeharo tidak? Sehingga ada indikasi, semua yang
terjadi di tahun 65 merupakan rekayasa Soeharto belaka.
Dengan adanya G 30 S ini kemudian muncul Supersemar
1966 (Surat Perintah Sebelas Maret), Sepersemar inilah tonggak legalitas
pemerintahan Soeharto (meski sampai sekarang keberadaan dari dokumen asli
sepersemar tak pernah diketahuai).
Beberapa
Kebijakan Orba
Di awal emerintahan Orba,
kebijakan-kebijakan yang ditempuh lebih diarahkan untuk mengendalikan keamaan.
Berbagai tuntutan paska G 30 S (Tritura) menjadi langkah pertama, diantaranya;
membubarkan PKI beserta ormas-ormasnya, merombak kabinet gotong-royong dari
unsur PKI, dan menurunkan harga dengan program kebinet pembangunan (diwujudkan
dalam bentuk repelita, rencana pembangunan lima tahun).
Pada masa pemerintahan Orba, kondisi
nasional cenderung stabil. Namun prakteknya banyak penyelewengan-penyelewengan
yang dilakukan oleh pihak penguasa (Soeharto beserta kroni-kroninya).
Pemerintahan dijalankan dengan otoriter, berbagai bentuk kritik terhadap
penguasa dianggap sebagai pembangkang. Sentralistik kekuasaan dan ekonomi,
kekuasaan terpusat sementara aset-aset perekonomian negara dikuasai oleh
sekolompok kecil golongan yang dekat dengan penguasa, bahkan ada orang bilang “Soeharto
itu sangat pancasilais, ini terbukti perekonomian negara dijalankan dengan asas
kekeluargaan dan gotong royong. Lihat saja kelurga cendana, aset-aset
perekonomian negara dikuasai oleh mereka (cendana), bener-bener kekeluargaan dan
gotong-royongkan?”.
Tak cuma berhenti disitu, SDA Indonesia
diobral kepada pihak asing, KKN merajalela, dan tentunya semua ini didukung
oleh peran Gokar sebagai mesin politik Soeharto beserta dengan dominasi militer
(dengan dwi fungsinya) yang siap setia dibelakang Soeharto.
Krisis
Moneter dan Lahirnya Reformasi
Pemerintahaan Soeharto mulai goyah tahun
1997 dengan adanya krisis moneter di Asia Tengara yang kemudian merembet ke
indonesia. Dengan adanya krisis tersebut keadaan nasional semakin goyah, perekonomian
nasional hancur, dan semua harga barang melambung tinggi (padahal tahun 1996
Indonesia digadang-gadang menjadi negara Asia Tenggara terdepan, dan dinyatakan
siap lepas landas menjadi ngar maju).
Krisis moneter tersebut ternyata menyeret
ranah politik dan sosial. Moment krisis digunakan oleh para mahasiswa yang
selama ini dikibuli oleh pemerintah untuk menggulingkan Soeharto.
Berbagai tuntutan reformasi didengungkan, diantaranya : Adili Soeharto , Amandemen
UDD, Hapus dwi fungsi ABRI, Tegakkan supremasi hukum (berantas KKN),
Desentralisasi kekuasaan, Tegakkan kebebasan Pers.
Karena desakan yang semakin keras dari
para demonstran (ingat tragedi Trisakti), akhirnya Soeharto secara resmi mundur
dari kursi kepresidenanya pada tanggal 21 Mei 1998.
15 Tahun
Wajah Reformasi
Paska tumbangnya pemerintahan Orba, banyak
cacat yang harus ditangung oleh pemerintahan sekarang, diantaraya utang luar
negeri yang tak kunjung terlunasi dan semakin menumpuk.
Tak berhenti disitu, semangat reformasi
yang diusung oleh gerakan 98 semakin kabur. Ini bisa kita lihat, KKN semakin
merajalela, Otonomi daerah yang kacau (mempercepat liberalisasi ekonomi, modal
asing masuk daerah), demoralisasi masyarakat, kerusuhan yang berbau SARA
semakin meningkat, dan masih banyak berbagai problem pemerintahan sekarang.
Namun demikian yang perlu kita ingat,
pemerintahan sekarang (reformasi) merupakan pemerintahan transisi. Pemerintahan
yang baru meniti jalan dan terbebas dari berbagai pengekangan Orba. Jika kita
disuruh membandingkan antara masa sekarang dengan masa Orba, sekarang tentunya
lebih baik dari pada yang lalu.
Kita juga tak bisa menafikkan, berbagai
problem menggerogoti pemerintahan transisi ini, berbagai permasalahan menjakiti.
Bila kita lebih cermat, keadaan seperti ini merupakan wujud dari kapitalisme
yang mewabah, tidak hanya di Indonesia, namun juga di seluruh dunia.
Pergerakan kapitalisme sekarang tak
berjalan dengan cara kekerasan, namun pergerakanya secara halus dan menguasai
pasar. Bila kita cermat, program otonomi daerah itu sangat memuluskan jalan
kapitaslisme. “ingat pergerakan kapitalisme sepeti lintah darat”.
Adapun hal yang bisa kita lakukan sekarang
yakni memberikan nilai sadar kepada masyarakat. Sebagaimana yang katakan oleh
Soekarno bahwa esensi dari sebuah kebangkitan adalah kesadaran dan kemerdekaan.
Tak ayal, jika kita ingin bangkit dari berbagai permasalahan di masa transasi
ini, kita harus menumbuhkan rasa sadar dengan jalan mencerdasan berbagai elemen
masyarakat (ingat mencerdaskan masyarakat tidak hanya lewat jalur pendidikan
formal, salah satu Tri Darma Perguruan Tinggi yakni mengabdi kepada masyarakat,
dimanakan peran kawan-kawan mahasiswa? Tidurkah kalian wahai yang disebut
mahasiswa? Sadarkanlah masyarakat yang tertindas!)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar