Rabu, 02 Januari 2013
SNMPTN
Hanya Undangan?
Alih-alih
memeratakan layanan dan mutu pendidikan secara nasional, tahun 2013 Kemendikbud
malah menetapkan SNMPTN 2013 hanya dibuka untuk jalur Undangan, banyak kalangan
yang menganggap kebijakan itu jauh dari rasa adil.
Mulai tahun 2013, Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri yang sedianya diikuti oleh 61 perguruan tinggi negeri diseluruh
Indonesia tidak akan membuka jalur ujian tulis, tetapi hanya jalur undangan.
Sebanyak 150.000 lulusan SMA/SMK/MA diberikan kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan di perguruan tinggi negeri melalui jalur ini.
Presentase daya tampung jalur undangan akan
diperlebar, setidaknya mencapai 50 persen dari jumlah total mahasiswa baru di
perguruan tinggi negeri yang mencapai 300.000 kursi. Sementara jalur ujuan
tulis masih ada, tetapi namanya bukan SNMPTN, melainkan Seleksi Mandiri Bersama
yang akan dilakukan serempak di perguruan tinggi negeri di seluruh Indonesia.
Alokasi daya tampung untuk Seleksi Mandiri Bersama ini mencapai 30 persen,
adapun perguruan tinggi bersangkutan hanya diberikan porsi 20 persen jalur
mandiri yang diselenggarakan masing-masing PTN.
Sementara SNMPTN 2013 yang menurut rencana pendaftaranya
akan dimulai pada tanggal 1 Februari
2013 s/d 8 Maret 2013 ini mengalami banyak perubahan dibandingkan dengan sistem
SNMPTN tahun sebelumnya. Pasalnya, pemerintah berencana membebaskan biaya
pendaftaran, karena selama ini biaya itu dianggap menjadi hambatan bagi
sebagian siswa untuk mendaftar. Dan juga dalam sistem penilaian akreditasi
sekolah tidak lagi menentukan jumlah siswa yang bisa mendaftar SNMPTN, serta
hasil ujian nasional juga digunakan sebagai evaluasi akhir terhadap kelulusan
untuk semua jalur seleksi. Kebijakan ini diambil karena beralasan sebagai
apresiasi dan bentuk pengakuan atas jerih payah pembelajaran di SMA/SMK/MA.
Banyak kalangan yang mengkritisi kebijakan ini,
kebijakan perlebaran jalur undangan dalam SNMPTN ini dinilai kurang efektif dan
kurang adil, mengingat pemerataan pendidikan di Indonesia masih sangat
pemprihatinkan, apalagi sekolah-sekolah terpencil di daerah disamaratakan
dengan sekolah-sekolah di kota yang sudah bertaraf nasional maupun
internasional.
Kebijakan ini juga rentan bahkan memicu kecurangan,
pasalnya pihak sekolah pasti lebih memprioritaskan nilai-nilai kognitif dan
penilaian guru kepada siswa menjadi kurang objektif karena hanya terpaku pada
nilai. Manipulasi nilai juga sangat rentan terjadi dilembaga sekolah, karena
lemahnya pengawasan.
Sebenarnya kebijakan lama tentang SNMPTN ujian tulis
tidak terlalu buruk, dan terbukti lebih efektif untuk meminimalisir kecurangan.
Meski begitu, apabila pelebaran SNMPTN undangan jadi terealisasikan, maka perlu
pengawasan ekstra dari pihak terkait (Kemendikbud beserta jajaranya) terkait
dengan penilaian kognitif yang dilakukan oleh pihak sekolah kepada siswanya.
Serta pemerintah disini Kemedikbud harus memberikan porsi penilaian yang lebih
terhadap siswa yang memiliki prestasi di luar prestasi akademik, sehingga rasa
adil dan kecurangan bisa diminimalisir.
Kebijakan pelebaran SNMPTN undangan ini juga bisa
diiringi dengan pemerataan pendidikan disetiap daerah, serta standar penilain
antara sekolah satu dengan sekolah lain harus dibedakan. Karena memang diakui
atau tidak, perbedaan kualitas antar sekolah mempengaruhi bobot dari nilai yang
diberikan pihak sekolah terhadap siswanya.
Langganan:
Postingan (Atom)