Rabu, 16 Mei 2012

Pusat Perniagaan Islam di Asia Tenggara


BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Asia Tenggara merupakan tujuh dari wilayah kebudayaan atau peradaban Islam[1]. Yang terletak pada jalur perdagangan dunia, dimana wilayahnya menghubungkan jalur perdagangan bahari kuno antara China dengan India. Kemudian barang-barang dari timur ( China ) sampai ke tangan orang-orang Eropa berkat peranan pedagang Arab dan Persia.
Asia Tenggara juga merupakan wilayah transit perdagangan yang penting mengingat wilayahnya yang strategis dalam jalur perdagangan. Dan ketika Islam tersebar luas, mulailah Islam memainkan peranan penting yang terwujud dengan munculnya pusat-pusat perdagangan atau kerajaan-kerajaan Islam yang menguasai dan mengatur segala kegiatan di kawasan ini, tidak terkecuali perdagangan yang memang merupakan penggerak kebudayaan di kawasan Asia Tenggara.
Mengingat pentingya kawasan ini dan sebagai pemenuhan atas tugas mata kuliyah Sejarah Islam di Asia Tenggara  maka penyusun akan mencoba memaparkan gerak perkembangan pusat-pusat perniagaan di kawasan ini yang meliputi Malaka, Kedah, Malaya, Trengganu, Mindanao, Sulu, Pattani, Borneo, Ternate-Tidore, dll
2.      Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan di bahas dalam makaah ini adalah :
1.      Asal Mula Pusat Perniagaan Islam di Kawasan Asia Tenggara
2.      Berdiri dan Perkembanganya Kerajaan Atau Pusat Perniagaan Islam di Asia Tenggara ( 13-17 M )


BAB II
PEMBAHASAN
1.      Asal Mula Pusat Perniagaan Islam di Kawasan Asia Tenggara
Sejarah masuknya Islam di Asia Tenggara sampai saat ini merupakan polemik panjang yang menimbulkan pro dan kontra antara sejarawan, agamawan, arkeolog dan intelektual. Namun, yang menjadi referensi umum,  masuknya Islam di Asia Tenggara adalah melalui proses perdagangan Internasional yang berpusat di Selat Malaka melalui para pedagang muslim Persia dan Arab.
Karena kesopanan sikap dan tingkah laku dan kejujuran para pedagang Muslim membuat tertarik para penduduk setempat. Sehingga mempererat hubungan mereka terutama dalam hal perdagangan, dan tidak jarang pula para pedagang itu menikah dengan penduduk setempat sehingga terbentuk komunitas muslim terutama di kawasan pesisir. Dari sinilah Islam tersebar luas dikalangan keluarga dan masyarakat orang yang dikawini itu.
Pedagang Islam juga mempunyai hubungan baik dengan pemerintah tempatan hingga diberi keistimewaan. Ada diantara mereka dianugerah jabatan Syahbandar . Dari kekuasaan Syahbandar, Islam berkembang dari pesisir dan mengembangkan pengaruhnya ke daerah pedalaman dan daerah pesisir lain yang belum tersentuh oleh Islam. Sehingga dalam kurun waktu yang sangat pendek, agama Islam sedah merata keseluruh daerah Nusantara. Sementara agama lokal serta Agama Hindu dan Budha yang sudah bercongkol lama semakin terdesak, terlebih pada saat kemunduran kerajaan terbesar di kawasan ini, yakni kerajaan Majapahit dan kerajaan-kerajaan yang lain.
Perkembangan pesat dapat dilihat pada abad XVI dimana Islam mulai mendapatkan posisi strategis di Asia Tenggara karena bertepatan dengan munculnya banyak kerajaan yang bercorak Islam. Disinilah Islam mendapatkan napas baru yang lebih segar[2]. Seperti di Malaka, Kedah, Malaya, Trengganu, Mindanao, Sulu, Pattani, Borneo, Ternate-Tidore, dll.
2.      Berdiri dan Perkembanganya Kerajaan atau Pusat Perniagaan Islam di Asia Tenggara ( 13-17 M )
a.      Malaka
Para sejarawan sepakat bahwa Malaka dibuka pertama kalinya oleh Parameswara. Parameswara adalah anak Raja Palembang dari Dinasti Syailendra yang terlibat dalam peperangan merebut kekuasaan di Majapahit. Ia berhasil meloloskan diri dan berlindung di Tumasik, nama tua Singapura di bawah kekuasaan Siam. Parameswara merebut kekuasaan dari Temagi dan melantik dirinya sebagai penguasa. Karena ancaman Siam, Parameswara mencari tempat perlindungan dan sampailah dia di Malaka sekitar tahun 1400. Pada saat itu Malaka sendiri masih sebuah kampong kecil dan terpencil. Penduduknya terdiri dari bajak laut dan penagkap ikan.[3]
Parameswara mulai membangun Malaka dengan cepat. Kemudian ia meminta kapal kapal yang lewat untuk singgah di pelabuhanya dan member fasilitas yang baik dan dapat dipercaya bagi pergudangan dan perdagangan. Dalam waktu yang singkat Parameswara berhasil menjadikan Malaka sebagai pelabuhan Internasional yang besar. Malaka merupakan contoh yang paling murni dari Negara pelabuhan transito di Asia Tenggara, karena negara ini tidak memiliki hasil-hasil sendiri yang penting. Negara ini harus mengimpor bahan pangan untuk menghidupi rakyatnya. Malaka dengan cepat menjadi suatu jalur trayek perdagangan yang paling menentukan dalam system perdagangan internasional yang membentang dari China dan Maluku di timur sampai Afrika Timur dan Laut Tengah di barat.
Pada abad ke-15, Malaka merupakan Bandar Niaga terbesar di Asia Tenggara. Dari Malaka perdagangan Indonesia dihubungkan dengan jalur-jalur yang membentang ke barat sampai di India, Persia, Arabia, Syiria, Afrika Timur, dan Laut Tengah. Sedangkan ke utara sampai di Siam dan Pegu, serta ke Timur sampai di China dan mungkin Jepang. Salah satu faktor terpenting disamping adanya perlindungan China yaitu tempatnya yang strategis dan aman dari gangguan angin muson adalah diterimanya Islam sebagai agama kerajaan. Karena pada awalnya Parameswara beragama Hindu dan Budha. Pada akhir pemerintahanya ia masuk Islam dan memakai nama Sultan Iskandar Syah. Ia masuk Islam pada tahun 1414. Selain itu setelah masuk Islam Parameswara menikah dengan Putrid dari Kesultanan Pasai. Dengan pernikahan ini semakin memperkuat posisi Malaka sebagai Pusat perdagangan dan penyebaran Islam di Asia Tenggara. Pelabuhan Malaka dibanjiri oleh pedagang-pedagang Arab yang memang terkenal sebagai pedagang yang sukses ketika itu. Disamping berdagang, mereka juga memainkan peranan penting dalam mengajarkan Islam kepada para pedagang yang ada di Malaka. Pada masa itu, Surau dan Masjid merupakan tempat yang sering digunakan sebagai tempat untuk mengajarkan dan mengembangkan Syiar Islam. Sultan Malaka beserta para pembesar kesultanan selalu menunaikan shalat terawih di Masjid pada bulan Ramadhan.
Pada tahun 1424, Parameswara wafat dan digantikan oleh Raja Tengah alias Muhamad syah yang memerintah antara tahun 1424-1444. Kemudian diganti oleh puteranya yaitu Sultan Mansyur syah. Pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah, kesultanan Malaka memiliki hubungan dagang dengan Arab, India, Persia, Siam, China, dan Majapahit. Hubungan yang luas dengan negeri luar ini menyebabkan Malaka tumbuh sebagai “Bandar Niaga Transito” terbesar di Asia Tenggara. Sebagai pusat perdagangan Malaka menghubungkan para pedagang dunia dari tiga jurusan, yaitu antara India, China, dan Asia Tenggara. Kapal-kapal besar dengan muatan barang barang dari India, Timur Tenggah dari pelabuhan pelabuhan di Mediterania, Eropa, China, dan negeri-negeri di Asia Tenggara datang berlabuh di Bandar Niaga Malaka. Pedagang dari India datang membawa kain benang kapas, dan barang barang ekspor. Pedagang Arab membawa senjata-sanjata, ginju, minyak wangi, tembaga, raksa dan kain. Pedagang Benggala membawa obat obatan terutama candu. Pedagang China membawa teh, sutera, tembikar, benang emas, tembaga, kipas dan barang barang perhiasan. Para pedagang Asia Tenggara membawa cengkeh dari Maluku, buah pala dari Banda, kayu cendana dari timur, lada hitam, dan emas dari Sumatera, biji timah, emas dan kapur barus dari Kalimantan dan barang barang khas lainya.
Malaka tidak hanya berfungsi sebagai pusat niaga di Asia Tenggara, tetapi juga merupakan pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara. Di Malaka para pedagang Islam dari Arab, India, dan Persia tidak hanya melakukan aktivitas dagang, tetapi juga menyebarkan Islam kepada para pedagang yang ada di Malaka. Dalam konteks ini, kita dapat melihat bahwa Malaka tidak hanya sebagai Bandar Niaga pengubah keyakinan masyarakat Asia Tenggara. Perubahan itu terjadi secara damai, tidak melalui jalan pemaksaan.
b.      Kedah
Berdasarkan sumber sejarah tradisional, Negeri Kedah yang ditulis pada masa Islam, kesultanan ini berdiri sebagai bentuk akulturasi budaya dalam negeri dengan pengaruh luar. Bentuk akulturasi yang sangat terlihat adalah pertemuan budaya Arab-Islam dengan budaya masyarakat Melayu. Penulis Istana cenderung memutus hubungan kebudayaan Hindu-Budha yang datang dari India dengan langsung menarik garis akulturasi Arab-Islam dan negeri Kedah. Namun demikian pengaruh Hindu-Budha sangat penting dalam pembentukan Negeri Kedah.
Terbentuknya Kesultanan Kedah bermula dari pembentukan pelabuhan pada abad ke-5. Ketika pelabuhan maritim ini berkembang pesat, kawasan ini menjadi ramai karena letaknya yang strategis berada di tengah-tengah antara India dan Negara Arab di sebelah barat dan China di sebelah timur. Negeri Kedah kemudian menjadi kota pelabuhan yang berkembang pesat, yang dikunjungi oleh para pedagang dari Arab, Persi, China, Eropa, dan India. Pada awal pembentukanya Negeri kedah banyak dipengaruhi oleh Negeri Serantau, seperti Negeri Funan dan juga kerajaan lainya, seperti Kerajaan Sriwijaya. Institusi politik dan pemerintahan negeri ini pernah dipengaruhi oleh warisan agama Hindu-Budha dari India. Pengaruh dua agama tersebut sangat penting dalam awal mula pembentukan Negeri Kedah. Banyak masyarakat di negeri ini yang memeluk agama Hindu dan Budha.
Masuknya islam ke negeri Kedah kemudian mempengaruhi institusi politik dan pemerintahan yang sudah mapan itu. Banyak penduduk di negeri ini yang telah memeluk Islam sejak abad pertama Hijriah. Bukti sejarahnya adalah banyaknya pedagang dari negeri Arab yang datang ke negeri ini. Pada abad ke 9 dan 10, banyak orang Islam di China yang melarikan diri ke Negeri Kedah untuk mencari perlindungan. Hal itu disebabkan karena adanya pemberontakan di Caton pada tahun 878 yang melibatkan para pedagang dari Arab.  Sejak masuknya Islam ke Negeri Kedah terjadi pula proses asimilasi terhadap sejumlah Raja. Penulis penulis istana pada saat itu banyak yang mencatat bagaimana proses pengislaman Raja pertama di Negeri Kedah sebagai peristiwa yang sangat penting karena sebagai zaman baru Negeri Kedah. Dalam hal ini ada dua versi yang berbeda tentang siapakah yang mengislamkan Raja Kedah I. menurut catatan al-Tarikh Salasilah, Negeri Kedah, raja pertama di Negeri Kedah Seri Paduka Maharaja Durbar, Raja telah diislamkan oleh Syeikh Abdullah bin Syeik Ahmad al-Qaumiri pada tahun 531 H (1136M). setelah memeluk Islam ia diberi nama baru Sultan Muzaffar shah, dan Negeri Kedah dikenal sebagai Darul Aman. Sedangkan menurut Hikayat Merong Mahawangsa, Syeikh Abdullah al-Yamani pernah ditugaskan oleh gurunya Syeikh Abdullah Bagdad untuk mengislamkan Raja Kedah pada saat itu, Raja Phra Ong Mahwangsa. Menurut cerita dalam hikayat ini, Syeikh Abdullah al-Yamani pernah tergoda oleh iblis selama dalam pengembaraannya. Iblis juga menggoda Raja Phra Ong Mahawangsa agar meminum arak. Syeik Abdullah al-Yamani kemudian dapat mengatasi godaan iblis tersebut dan secara tiba-tiba ia berada di hadapan Raja Phra Ong Mahwangsadan memintanya agar mahu memeluk Islam. Setelah memeluk Islam, Raja Phra Ong Mahwangsa menganti namanya menjadi Sultan Muzaffar Shah.
c.       Ternate
Ternate merupakan salah satu pusat perniagaan yang penting di kawasan Nusantara, mengingat wilayah ini merupakan pusat semerbak cengkeh yang begitu terkenal dan dicari-cari oleh para pedagang timur maupun barat. Ternate terletak di wilayah kepulauan Maluku dimana di wilayah tersebut juga sedah bercongkol kekuasaan lain yang tergabung dalam Moloku Kie Raha ( Ternate, Tidore, Bacan, Jailolo ).
Kerajaan Ternate pertama kali diperintah oleh Kulano Masyhur Malamo ( 1257-1272 ), dimana waktu itu masyarakat disana masih menganut paham Animisme dan Dinamisme. Kemudian setelah para saudagar Islam meramaikan kawasan ini, pengaruhnyapun mulai  tersebar keberbagai lapisan masyarakat, tidak terkecuali dalam pemerintahan. Dimana Kulano Bagi Baguna masuk Islam dan berganti nama menjadi Kulano Marhum, namun waktu itu Ternate belum menjadi kerajaan Islam karena Islam belum secara resmi diakui sebagai agama kerajaan, baru setelah raja selanjutnya yakni Zainal Abidin, Islam dijadikan sebagai agama kerajaan dan menggunakan gelar sultan sebagai pengganti gelar kulano.[4]
Kekayaan akan rempah-rempah menjadikan ternate selalu ramai dalam aktivitas perdagangan internasional, terutama cengkeh yang menjanjikan daya tatik tersendiri bagi para saudagar asing. Pada tahun 1512 Portugis di bawah pimpinan Antonio de Abreau sampai ke dataran Maluku dan kedatangan tersebut di sambut dengan hangat oleh Sultan Bayanullah, bahkan Francisco Serrao ( salah seorang petinggi portugis ) dipercaya sebagai penasehat pribadi Sultan Bayanullah, ini merupakan langkah awal dari politik monopoli yang akan dijalankan Portugis di Ternate.[5]
Pada masa pemerintahan Sultan Khairun ( 1535-1570 ), Ternate berusaha melepaskan diri dari pengaruh Portugis. Sehingga Sultan Khairun menyatakan perang dengan Portugis, namun ketika Portugis mulai terdesak meraka mengajukan perdamaian kepada Sultan Khairun. Sayagnya kemurahan hati sultan dimanfaatkan oleh Portugis, dimana saat perayaan perjanjian perdamaian Sultan Khairun dibunuh.
Perjuangan selanjutnya diteruskan oleh putranya, yakni Sultan Babullah, atas jerih payah dan semagat jihat akhirnya Sultan Babullah berhasil mengusir Portugis dari tanah Maluku. Setelah Portugis berhasil diusir, Ternate berkembang pesat, dan Bandar Trenate pun selalu ramai oleh para pedagang mancanegara. Namun pada abad 17 eksistensi Ternate semakin meredup akibat pengaruh dominasi VOC dalam memonopoli perdagangan di wilayah ini.
d.      Tidore
Kesultanan Tidore adalah bersaudara denga kesultanan Trenate. Berdasarkan silsilah kerajaan Maluku Utara, raja Tidore pertama, Sahajati adalah saudara Masyhur Mulamo, raja Ternate yang pertama. Mereka adalah putra Ja’far Shadiq.[6]
Raja pertama Tidore yang masuk Islam adalah Raja  Ciriliati yang berganti nama menjadi Sultan Jamaludin ( 1459-1512 ), kemudian digantikan oleh putranya Sultan Mansur. Dimana pada waktu pemerintahanya datanglah Spanyol pada tahun 1521, dan menancapkan pengaruhnya disana sebagai saingan atas keberadaan pengaruh Portugis di Ternate.
Akhirnya Portugis dan Spanyol mengadakan suatu perjanjian, dimana Potugis diberi keleluasaan mengembangkan pengaruhnya di kepulauan Maluku, sementara Spanyol di wilayah Filiphina. Namun lambat laun pengaruh Portugis semakin mereduk dan posisinya digatikan oleh Belanda yang mulai datang dan berpengaruh kuat sejak abad ke 17. Kesultanan Tidore mulai bangkit ketika diperintah oleh Sultan Nuku ( 1797-1805 ), yang berhasil mengusir kompeni Belanda meninggalkan tanah Maliku. Dan juga pada masanya Tidore mengalami masa kejayaanya, yang mana wilayah kekuasaanya sampai ke Papua barat, Kepulauan Raja Ampat, Seram, Kepulauan Kei, bahkan sampai ke Kepulauan Pasifik.
e.       Mindanau
Proses penyebaran Islam di Mindanau tidak terlepas dari letaknya diantara jalur perdagangan ( Malaka, Borneo, Mindanau ). Agama Islam sampai ke Mindanau setelah mundurnya Majapahit, yang dibawa oleh mubaliigh Borneo dan Johor. Berdasarkan berita Sulu agama Islam masuk ke Sulu dibawa oleh Syarif Almakhdum ( 1380 ), kemudian dilanjutkan oleh Syarif Abu Bakar.[7] Lalu Syarif Abu Bakar mengawini putri pangeran Bwansa, Raja Baginda yang telah memeluk Islam. Sepeninggalan Bwansa kerajaan selanjutnya diwariskan kepada Syarif Abu Bakar dan berhasil mengembangkan wilayahnya sampai ke Mindanau, disana dia bertemu dengan Syarif Kebungsuan yang berasal dari Johor, putra seorang Arab yang menyatakan diri sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. Dia kemudian menikah dengan putri Tunina.
Demi kelangsungan perjuangan umat Islam di masa mendatang, Syarif Abu Bakar mendirikan kerajaan di Mindanau di bawah pimpinan Syarif Kebungsuan, dia sebagai sultan Mindanau. Namun tidak berselang lama datanglah Portugis ( 1543 ) dan Spanyol ( 1565 ). Tentu saja kedatangan mereka mendapatkan tantangan keras dari rakyat Filiphina terutama umat Islam yang telah memiliki pengaruh yang cukup kuat dengan berdirinya kesultanan Buayan, Sulu, dan Mindanau. Perang Moro terjadi beberapa kali dan diakhiri dengan kemenagan Spanyol. Sehingga semua sektor pemerintahan dan ekonomi dikuasai oleh Spanyol, tidak terkecuali pusat perniagaan.
f.       Pattani
Menurut A. Teeaw dan Wyatt, berdasarkan tulisan Tome Pires dan lawatan Cheng Ho, Kerajaan Patani didirikan sekitar abad 14 dan 15. Kedudukan Kerajaan Patani terletak sangat strategis, yang dilalui lintas perdagangan timur barat, menyebabkan Kerajaan Patani cepat berkembang dan menjadi kerajaan penting di selatan Siam dan utara Semenanjung Malaka. Pedagang-pedagang muslim telah mendatangi Patani untuk berdagang dan berdakwah.[8]
Kerajaan Melayu Patani mengalami masa kejayaannya pada masa pemerintahan raja-raja perempuan (1584-1624). Pada masa itu Patani telah muncul sebagai pusat perdagangan. Ijzerman, seorang pedagang belanda, menyatakan bahwa patani adalah “pintu masuk” ke wilayah China selatan. Kerajaan Patani mengalami kemerosotan, disebabkan oleh konflik perebutan kekuasaan antara sesama pewaris kerajaan. Intensitas perang saudara yang kerap  terjadi menyebabkan situasi keamanan tidak terjamin, sehingga Petani tidak lagi menjadi tumpuan pedagang. Hal ini terus berlanjut sampai abad ke-18.[9]
Phraya Chakri, Raja Siam yang baru saja mengalahkan Burma di Ayuthia, menyerang dan menundukkan Patani pada 1785. Dan setelah itu kerajaan Pattani berada di bawah kendali kekuasaan Siam, meskipun Kerajaan Pattani masih diberi otonomi untuk mengurus pemerintahanya sendiri.
g.      Malaya
Bahwa masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara ( Malaya / Malaysia ) berkaitan dengan aktivitas perdagangan, di sebabkan karena letak geografis di pertengahan atau di ujung jalan perdagangan laut. Pedagang-pedagang Asia Barat datang ke Nusantara untuk mendapatkan emas, bijih, timah, rempah-rempah, dan kapur barus. Tokoh sejarawan dalam Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Aceh, dan Sejarah Melayu, seperti Wang Gungwu, C.A. Majul, dan T.E. Arnold mengatakan bahwa pedagang-pedagang Arab telah menguasai perdagangan di India, Nusantara, dan pelabuhan-pelabuhan China sejak zaman pra Islam hingga abad 9 M.[10]
Mengingat letaknya yang setrategis, Malaya sejak zaman pra Islam hingga zaman Islam, selalu menjadi tempat perebutan kekuasaan. Dan di Malaya sealalu silih berganti penguasa yang menguasai wilayah ini, dari zaman Sriwijaya ( 7M ), Malaka ( 15M ), Portugis ( 16M ), dan yang terakhir yaitu Inggris ( 17-20M ). Yang bererti secara otomatis berbagai aktifitas, terutama perniagaan di Malaya di bawah kontrol dan pengaruh masing-masing penguasa yang menguasai Malaya.
h.      Borneo
Sebelum Islam datang di Kalimantan, daerah ini berada dalam pengaruh Hindu-Budha. Kutai adalah daerah pertama yang mendapatkan pengaruh Hindu. Muarakaman di tepi sungai Mahakam adalah pusat pemerintahan Kerajaan Hindu pertama di Kalimantan. Rajanya adalah Asywarman (anak Mulawarman) yang memerintah sekitar tahun 400. Dari Kutai inilah pengaruh Hindu mulai menyebar ke wilayah-wilayah lain yang ada di Kalimantan.
Pada akhir abad ke-15, Islam mulai masuk ke Kalimantan. Kalimantan Barat Laut, Kepulauan Sulu dan Filipina Selatan terletak di sepanjang jalur perdagangan yang menghubungkan Malaka dengan Filipina. Karena itu, terutama orang Arab yang mampir di Malaka dengan Johor dalam perjalanan perdangan mereka, dianggap sebagai para pembawa Islam di daerah itu.
Di Kalimantan Barat terdapat kekuatan politik Islam yaitu Kerajaan Islam Sukadana sekitar tahun 1590 M. Sukadana berada di bawah pengaruh Kerajaan Demak. Raja pertama yang masuk Islam adalah Giri Kusuma. Kemudian dia dinobatkan sebagai raja Islam pertama di kerajaan Sukadana.
Pada tahun 1725 M, Kerajaan Islam Sukadana melepaskan diri dari pengaruh Kerajaan Demak. Sukadana runtuh ketika penjajah Belanda mulai menguasai Kalimantan tahun 1787 M. Karajaan Sukadana berdiri selama satu abad.
Perkembangan Islam di Kalimantan semakin baik setelah bardirinya Kesultanan Banjar. Raja pertama yang memerintaah adalah Pangeran Samudera. Ia diberi gelar dengan Sultan Suriansyah. Rakyat setempat menyebutnya dengan Panembahan Habang. Ia memerintah dari tahun 1526 hingga 1550.
Kasultanan Banjar mulai mangalami masa kejayaannya pada dekade pertama abad ke-17, yaitu pada masa Sultan Mustain Billah (1595-1620), Sultan Inayatullah (1620-1637), dan Sultan Saidullah. Pada masa ini, lada menjadi komoditas perdagangan utama di Kesultanan Banjar. Sejak pertengahan tahun 1650 hingga tahun 1852, Kasultanan Banjar disibukkan oleh persoalan konflik istana.
i.        Sulu
Kota Sulu merupakan dearah yang berada di wilayah Filiphina, kota ini merupakan jalur perdagangan dan menjadi salah satu kekuatan politik pada abad ke 15. Kekuatan politik pada saat itu adalah Kesultanan Sulu.
Islam masuk dan berkembang di Sulu melalui orang Arab yang melewati jalur perdagangan Malaka, Borneo dan Filiphina. Pembawa Islam di Sulu adalah Syarif Karim Al-Makdum, Mubalig Arab yang ahli dalam ilmu pengobatan. Abu Bakar, seorang dai dari Arab, menikah dengan putri pangeran Bwanas dan kemudian memerintah di Sulu dengan mengangkat dirinya sebagai Sultan.
Para penguasa Kesultanan Sulu di Filiphina Selatan yang di mulai sejak Syarif Abu Bakar atau Sultan Syarif Al-Hasyim (1405-1420 M) hingga Sultan Jamalul Kiram II (1887) berjumlah 32 Sultan. Diantaranya adalah Sultan Abu Bakar (Sultan Syarif Al-Hasyim), Sultan Kamaluddin bin Syarif Abu Bakar, Sultan Alauddin bin Syarif Abu Bakar, dan lain-lain.
j.        Trengganu
Terengganu terletak pada rute perdagangan sejak zaman kuno, laporan tertulis paling awal tentang Terengganu itu berasal dari para pedagang China. Dimana pada masa itu Terengganu mempraktikkan ajaran Hindu - Budha dengan dikombinasikan dengan budaya animisme setempat. Di bawah pengaruh Sriwijaya, Terengganu diperdagangkan secara luas dengan Majapahit, Kerajaan Khmer dan terutama Cina.
Terengganu adalah negara bagian Melayu pertama yang menerima Islam, dengan dibuktikan oleh sebuah monumen batu tanggal 1303 dengan tulisan Arab ditemukan di Kuala Berang , ibukota Kabupaten Hulu Terengganu. Terengganu juga pernah dikuasai oleh Kesultanan Malaka, ketika Kesultana malaka berkuasa di tanah Melayu.
Terengganu muncul sebagai kesultanan yang berdiri sendiri pada tahun 1724 ketiaka Tun Zainal Abidin, adik dari Sultan mantan Johor memproklamirkan berdirinya kesultanan Trengganu. Namun, dalam kitab Tuhfat al-Nafis , penulis, Raja Ali Haji, menyebutkan bahwa pada tahun 1708, Tun Zainal Abidin diangkat sebagai Sultan Terengganu oleh Daeng Menampuk yang juga dikenal sebagai Raja Tua, di bawah kekuasaan Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah ( Johor ). Setelah Sultan Tun Zainal Abidin wafat, Kesultaa Trengganu di perintah oleh Sultan Mansur ( 1733-1794M ). Dan sampai saat ini, Kesultana Trengganu telah diperintah oleh 17 orang sultan.
Pada abad ke-19, Terengganu menjadi negara bawahan dari Siam, dan mengirim upeti setiap tahun kepada Raja Siam disebut mas bunga. Di bawah Siam aturan, Terengganu makmur, dan diberi otonomi penuh oleh Bangkok. Namun setelah itu kekuasaan di Trengganu diserahkan oleh siam ke tangan Inggris ( dalam perjanjian Anglo-Siamese tahun 1909 )[11], sehingga bercongkolah kekuasaan Inggris di Trengganu sampai kemerdekaan Malaysia.



BAB III
KESIMPULAN
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa.
Ø  Masuknya Islam di Asia Tenggara adalah melalui proses perdagangan Internasional yang berpusat di Selat Malaka melalui para pedagang muslim Persia, Arab, India dan China.
Ø  Kesopanan sikap, tingkah laku dan kejujuran para pedagang Muslim membuat tertarik para penduduk setempat.
Ø  Pedagang Islam juga mempunyai hubungan baik dengan pemerintah tempatan hingga diberi keistimewaan berupa jabatan Syahbandar.
Ø  Perkembangan pesatnya pusat-pusat perniagaan di Asia Tenggara dimana Islam mulai mendapatkan posisi strategis di Asia Tenggara karena bertepatan dengan munculnya banyak kerajaan yang bercorak Islam, di antaranya : Malaka, Kedah, Malaya, Trengganu, Sulu, Mindanau, Borneo, Ternate, Tidore, dan Pattani.
Ø  Puncak perniagaan di Asia Tenggara itu terjadi pada abad 16 M, dimana pada waktu itu Malaka merupakan salah satu pusat perniagaan utama di kawasan Asia, bahkan Dunia.
Ø  Pusat-pusat perniagaan ataupun kerajaan-kerajaan Islam di Asia Tenggara mulai kehilangan eksistensinya ketika datangnya kekuasaan barat yang berusaha mendominasi di kawasan ini, yang berujung pada kolonialisme asing.










DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH.
Maryam, Siti. Dkk. 2002. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta : LESFI.
Misbah, Ma’ruf. Dkk. 1994. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang : CV. WICAKSANA
Darmawijaya. 2010. Kesultanan Islam Nusantara. Jakarta : PUSTAKA AL-KAUSAR
Harun, Yahya. 1995. Kerajaan Islam Nusantara Abad XVI dan XVII. Yogyakarta : PT. KURNIA KALAM SEJAHTERA
Saifullah. 2011. Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
http://melayuonline.com/ind/history/dig/414/kesultanan-kedah ( Akses 15 Maret 2012, jam : 13.00 WIB )
Azra, Azyumardi. 1989. Perspektif Islam di Asia Tenggara. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.


[1] Drs. Samsul Munir Amin, M.A, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah,  2010, hlm.321
[2] Dr. H. Saifullah, SA. MA, Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011, hal 14
[3] Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, Jakarta: Pustaka al-Kautsar. Hlm 8.
[4] Kulano merupakan gelar raja-raja Maluku ( Ternate. Tidore, Bacan, Jailolo ) sebelum Islam
[5]Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, Jakarta :Pustaka Al-Kausar, 2010, hal 123
[6] Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, Jakarta :Pustaka Al-Kausar, 2010, hal 134
[7]Drs. Ma’ruf Misbah dkk, Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang :CV. WICAKSANA,  1994, hal 85
[8]  Dr. H. Saifullah, SA. MA, Sejarah Dan Kebudayaan Islam Di Asia Tenggara, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,      2010,  hlm. 83-84.
[9]  Ibid, hlm. 85.
[10]  Ibid, hlm. 42-44.
[11] Perjanian Anglo-Siamese merupakan perjanjian antara Inggris dengan kerajaan Siam yang di tanda tangani pada tanggal 10 Maret 1909 di Bangkok terkait wilayah kekuasaan Siam di tanah melayu. Yang Retifikasinya ditukar di London pada tanggal 9 Juli 1909.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar