BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Asia Tenggara
merupakan tujuh dari wilayah kebudayaan atau peradaban Islam[1]. Yang
terletak pada jalur perdagangan dunia, dimana wilayahnya menghubungkan jalur
perdagangan bahari kuno antara China dengan India. Kemudian barang-barang dari
timur ( China ) sampai ke tangan orang-orang Eropa berkat peranan pedagang Arab
dan Persia.
Asia Tenggara
juga merupakan wilayah transit perdagangan yang penting mengingat wilayahnya
yang strategis dalam jalur perdagangan. Dan ketika Islam tersebar luas,
mulailah Islam memainkan peranan penting yang terwujud dengan munculnya
pusat-pusat perdagangan atau kerajaan-kerajaan Islam yang menguasai dan
mengatur segala kegiatan di kawasan ini, tidak terkecuali perdagangan yang
memang merupakan penggerak kebudayaan di kawasan Asia Tenggara.
Mengingat
pentingya kawasan ini dan sebagai pemenuhan atas tugas mata kuliyah Sejarah Islam di Asia Tenggara maka penyusun akan mencoba memaparkan gerak
perkembangan pusat-pusat perniagaan di kawasan ini yang meliputi Malaka, Kedah, Malaya, Trengganu, Mindanao, Sulu,
Pattani, Borneo, Ternate-Tidore, dll
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan di bahas dalam
makaah ini adalah :
1. Asal
Mula Pusat Perniagaan Islam di Kawasan Asia Tenggara
2.
Berdiri dan Perkembanganya
Kerajaan Atau Pusat Perniagaan Islam di Asia Tenggara ( 13-17 M )
BAB II
PEMBAHASAN
1. Asal Mula Pusat Perniagaan Islam di Kawasan Asia
Tenggara
Sejarah masuknya Islam di Asia Tenggara sampai saat ini
merupakan polemik panjang yang menimbulkan pro dan kontra antara sejarawan,
agamawan, arkeolog dan intelektual. Namun, yang menjadi referensi umum,
masuknya Islam di Asia Tenggara adalah melalui proses perdagangan Internasional
yang berpusat di Selat Malaka melalui para pedagang muslim Persia dan Arab.
Karena kesopanan sikap dan tingkah laku
dan kejujuran para pedagang Muslim membuat tertarik para penduduk setempat.
Sehingga mempererat hubungan mereka terutama dalam hal perdagangan, dan tidak
jarang pula para pedagang itu menikah dengan penduduk setempat sehingga
terbentuk komunitas muslim terutama di kawasan pesisir. Dari sinilah Islam
tersebar luas dikalangan keluarga dan masyarakat orang yang dikawini itu.
Pedagang Islam
juga mempunyai hubungan baik dengan pemerintah tempatan hingga diberi
keistimewaan. Ada diantara mereka dianugerah jabatan Syahbandar . Dari
kekuasaan Syahbandar, Islam berkembang dari pesisir dan mengembangkan
pengaruhnya ke daerah pedalaman dan daerah pesisir lain yang belum tersentuh
oleh Islam. Sehingga dalam kurun waktu yang sangat pendek, agama Islam sedah
merata keseluruh daerah Nusantara. Sementara agama lokal serta Agama Hindu dan
Budha yang sudah bercongkol lama semakin terdesak, terlebih pada saat kemunduran
kerajaan terbesar di kawasan ini, yakni kerajaan Majapahit dan
kerajaan-kerajaan yang lain.
Perkembangan pesat dapat dilihat pada abad XVI dimana Islam
mulai mendapatkan posisi strategis di Asia Tenggara karena bertepatan dengan
munculnya banyak kerajaan yang bercorak Islam. Disinilah Islam mendapatkan
napas baru yang lebih segar[2].
Seperti di Malaka, Kedah, Malaya,
Trengganu, Mindanao, Sulu, Pattani, Borneo, Ternate-Tidore, dll.
2. Berdiri dan Perkembanganya Kerajaan atau Pusat
Perniagaan Islam di Asia Tenggara ( 13-17 M )
a.
Malaka
Para sejarawan sepakat bahwa Malaka dibuka pertama
kalinya oleh Parameswara. Parameswara adalah anak Raja Palembang dari Dinasti
Syailendra yang terlibat dalam peperangan merebut kekuasaan di Majapahit. Ia
berhasil meloloskan diri dan berlindung di Tumasik, nama tua Singapura di bawah
kekuasaan Siam. Parameswara merebut kekuasaan dari Temagi dan melantik dirinya
sebagai penguasa. Karena ancaman Siam, Parameswara mencari tempat perlindungan
dan sampailah dia di Malaka sekitar tahun 1400. Pada saat itu Malaka sendiri
masih sebuah kampong kecil dan terpencil. Penduduknya terdiri dari bajak laut
dan penagkap ikan.[3]
Parameswara mulai membangun Malaka dengan cepat.
Kemudian ia meminta kapal kapal yang lewat untuk singgah di pelabuhanya dan
member fasilitas yang baik dan dapat dipercaya bagi pergudangan dan
perdagangan. Dalam waktu yang singkat Parameswara berhasil menjadikan Malaka
sebagai pelabuhan Internasional yang besar. Malaka merupakan contoh yang paling
murni dari Negara pelabuhan transito di Asia Tenggara, karena negara ini tidak
memiliki hasil-hasil sendiri yang penting. Negara ini harus mengimpor bahan
pangan untuk menghidupi rakyatnya. Malaka dengan cepat menjadi suatu jalur
trayek perdagangan yang paling menentukan dalam system perdagangan
internasional yang membentang dari China dan Maluku di timur sampai Afrika
Timur dan Laut Tengah di barat.
Pada abad ke-15, Malaka merupakan Bandar Niaga
terbesar di Asia Tenggara. Dari Malaka perdagangan Indonesia dihubungkan dengan
jalur-jalur yang membentang ke barat sampai di India, Persia, Arabia, Syiria,
Afrika Timur, dan Laut Tengah. Sedangkan ke utara sampai di Siam dan Pegu,
serta ke Timur sampai di China dan mungkin Jepang. Salah satu faktor terpenting
disamping adanya perlindungan China yaitu tempatnya yang strategis dan aman
dari gangguan angin muson adalah diterimanya Islam sebagai agama kerajaan.
Karena pada awalnya Parameswara beragama Hindu dan Budha. Pada akhir pemerintahanya
ia masuk Islam dan memakai nama Sultan Iskandar Syah. Ia masuk Islam pada tahun
1414. Selain itu setelah masuk Islam Parameswara menikah dengan Putrid dari
Kesultanan Pasai. Dengan pernikahan ini semakin memperkuat posisi Malaka
sebagai Pusat perdagangan dan penyebaran Islam di Asia Tenggara. Pelabuhan
Malaka dibanjiri oleh pedagang-pedagang Arab yang memang terkenal sebagai
pedagang yang sukses ketika itu. Disamping berdagang, mereka juga memainkan
peranan penting dalam mengajarkan Islam kepada para pedagang yang ada di
Malaka. Pada masa itu, Surau dan Masjid merupakan tempat yang sering digunakan
sebagai tempat untuk mengajarkan dan mengembangkan Syiar Islam. Sultan Malaka
beserta para pembesar kesultanan selalu menunaikan shalat terawih di Masjid
pada bulan Ramadhan.
Pada tahun 1424, Parameswara wafat dan digantikan
oleh Raja Tengah alias Muhamad syah yang memerintah antara tahun 1424-1444.
Kemudian diganti oleh puteranya yaitu Sultan Mansyur syah. Pada masa
pemerintahan Sultan Mansyur Syah, kesultanan Malaka memiliki hubungan dagang
dengan Arab, India, Persia, Siam, China, dan Majapahit. Hubungan yang luas
dengan negeri luar ini menyebabkan Malaka tumbuh sebagai “Bandar Niaga
Transito” terbesar di Asia Tenggara. Sebagai pusat perdagangan Malaka
menghubungkan para pedagang dunia dari tiga jurusan, yaitu antara India, China,
dan Asia Tenggara. Kapal-kapal besar dengan muatan barang barang dari India,
Timur Tenggah dari pelabuhan pelabuhan di Mediterania, Eropa, China, dan
negeri-negeri di Asia Tenggara datang berlabuh di Bandar Niaga Malaka. Pedagang
dari India datang membawa kain benang kapas, dan barang barang ekspor. Pedagang
Arab membawa senjata-sanjata, ginju, minyak wangi, tembaga, raksa dan kain.
Pedagang Benggala membawa obat obatan terutama candu. Pedagang China membawa
teh, sutera, tembikar, benang emas, tembaga, kipas dan barang barang perhiasan.
Para pedagang Asia Tenggara membawa cengkeh dari Maluku, buah pala dari Banda,
kayu cendana dari timur, lada hitam, dan emas dari Sumatera, biji timah, emas
dan kapur barus dari Kalimantan dan barang barang khas lainya.
Malaka tidak hanya berfungsi sebagai pusat niaga di
Asia Tenggara, tetapi juga merupakan pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara.
Di Malaka para pedagang Islam dari Arab, India, dan Persia tidak hanya
melakukan aktivitas dagang, tetapi juga menyebarkan Islam kepada para pedagang
yang ada di Malaka. Dalam konteks ini, kita dapat melihat bahwa Malaka tidak
hanya sebagai Bandar Niaga pengubah keyakinan masyarakat Asia Tenggara.
Perubahan itu terjadi secara damai, tidak melalui jalan pemaksaan.
b. Kedah
Berdasarkan sumber sejarah tradisional, Negeri Kedah
yang ditulis pada masa Islam, kesultanan ini berdiri sebagai bentuk akulturasi
budaya dalam negeri dengan pengaruh luar. Bentuk akulturasi yang sangat
terlihat adalah pertemuan budaya Arab-Islam dengan budaya masyarakat Melayu.
Penulis Istana cenderung memutus hubungan kebudayaan Hindu-Budha yang datang
dari India dengan langsung menarik garis akulturasi Arab-Islam dan negeri
Kedah. Namun demikian pengaruh Hindu-Budha sangat penting dalam pembentukan
Negeri Kedah.
Terbentuknya Kesultanan Kedah bermula dari
pembentukan pelabuhan pada abad ke-5. Ketika pelabuhan maritim ini berkembang
pesat, kawasan ini menjadi ramai karena letaknya yang strategis berada di
tengah-tengah antara India dan Negara Arab di sebelah barat dan China di
sebelah timur. Negeri Kedah kemudian menjadi kota pelabuhan yang berkembang
pesat, yang dikunjungi oleh para pedagang dari Arab, Persi, China, Eropa, dan
India. Pada awal pembentukanya Negeri kedah banyak dipengaruhi oleh Negeri Serantau,
seperti Negeri Funan dan juga kerajaan lainya, seperti Kerajaan Sriwijaya.
Institusi politik dan pemerintahan negeri ini pernah dipengaruhi oleh warisan
agama Hindu-Budha dari India. Pengaruh dua agama tersebut sangat penting dalam
awal mula pembentukan Negeri Kedah. Banyak masyarakat di negeri ini yang
memeluk agama Hindu dan Budha.
Masuknya islam ke negeri Kedah kemudian mempengaruhi
institusi politik dan pemerintahan yang sudah mapan itu. Banyak penduduk di
negeri ini yang telah memeluk Islam sejak abad pertama Hijriah. Bukti
sejarahnya adalah banyaknya pedagang dari negeri Arab yang datang ke negeri
ini. Pada abad ke 9 dan 10, banyak orang Islam di China yang melarikan diri ke
Negeri Kedah untuk mencari perlindungan. Hal itu disebabkan karena adanya
pemberontakan di Caton pada tahun 878 yang melibatkan para pedagang dari Arab. Sejak masuknya Islam ke Negeri Kedah terjadi
pula proses asimilasi terhadap sejumlah Raja. Penulis penulis istana pada saat
itu banyak yang mencatat bagaimana proses pengislaman Raja pertama di Negeri
Kedah sebagai peristiwa yang sangat penting karena sebagai zaman baru Negeri Kedah.
Dalam hal ini ada dua versi yang berbeda tentang siapakah yang mengislamkan
Raja Kedah I. menurut catatan al-Tarikh
Salasilah, Negeri Kedah, raja pertama di Negeri Kedah Seri Paduka Maharaja
Durbar, Raja telah diislamkan oleh Syeikh Abdullah bin Syeik Ahmad al-Qaumiri
pada tahun 531 H (1136M). setelah memeluk Islam ia diberi nama baru Sultan
Muzaffar shah, dan Negeri Kedah dikenal sebagai Darul Aman. Sedangkan menurut Hikayat Merong Mahawangsa, Syeikh
Abdullah al-Yamani pernah ditugaskan oleh gurunya Syeikh Abdullah Bagdad untuk
mengislamkan Raja Kedah pada saat itu, Raja Phra Ong Mahwangsa. Menurut cerita
dalam hikayat ini, Syeikh Abdullah al-Yamani pernah tergoda oleh iblis selama
dalam pengembaraannya. Iblis juga menggoda Raja Phra Ong Mahawangsa agar
meminum arak. Syeik Abdullah al-Yamani kemudian dapat mengatasi godaan iblis
tersebut dan secara tiba-tiba ia berada di hadapan Raja Phra Ong Mahwangsadan
memintanya agar mahu memeluk Islam. Setelah memeluk Islam, Raja Phra Ong
Mahwangsa menganti namanya menjadi Sultan Muzaffar Shah.
c. Ternate
Ternate merupakan salah satu pusat perniagaan yang
penting di kawasan Nusantara, mengingat wilayah ini merupakan pusat semerbak
cengkeh yang begitu terkenal dan dicari-cari oleh para pedagang timur maupun
barat. Ternate terletak di wilayah kepulauan Maluku dimana di wilayah tersebut
juga sedah bercongkol kekuasaan lain yang tergabung dalam Moloku Kie Raha (
Ternate, Tidore, Bacan, Jailolo ).
Kerajaan Ternate pertama kali diperintah oleh Kulano
Masyhur Malamo ( 1257-1272 ), dimana waktu itu masyarakat disana masih
menganut paham Animisme dan Dinamisme. Kemudian setelah para saudagar Islam
meramaikan kawasan ini, pengaruhnyapun mulai
tersebar keberbagai lapisan masyarakat, tidak terkecuali dalam
pemerintahan. Dimana Kulano Bagi Baguna masuk Islam dan berganti nama
menjadi Kulano Marhum, namun waktu itu Ternate belum menjadi kerajaan
Islam karena Islam belum secara resmi diakui sebagai agama kerajaan, baru
setelah raja selanjutnya yakni Zainal Abidin, Islam dijadikan sebagai agama
kerajaan dan menggunakan gelar sultan sebagai pengganti gelar kulano.[4]
Kekayaan akan rempah-rempah menjadikan ternate
selalu ramai dalam aktivitas perdagangan internasional, terutama cengkeh yang
menjanjikan daya tatik tersendiri bagi para saudagar asing. Pada tahun 1512
Portugis di bawah pimpinan Antonio de Abreau sampai ke dataran Maluku dan
kedatangan tersebut di sambut dengan hangat oleh Sultan Bayanullah, bahkan
Francisco Serrao ( salah seorang petinggi portugis ) dipercaya sebagai
penasehat pribadi Sultan Bayanullah, ini merupakan langkah awal dari politik
monopoli yang akan dijalankan Portugis di Ternate.[5]
Pada masa pemerintahan Sultan Khairun ( 1535-1570 ),
Ternate berusaha melepaskan diri dari pengaruh Portugis. Sehingga Sultan
Khairun menyatakan perang dengan Portugis, namun ketika Portugis mulai terdesak
meraka mengajukan perdamaian kepada Sultan Khairun. Sayagnya kemurahan hati
sultan dimanfaatkan oleh Portugis, dimana saat perayaan perjanjian perdamaian
Sultan Khairun dibunuh.
Perjuangan selanjutnya diteruskan oleh putranya,
yakni Sultan Babullah, atas jerih payah dan semagat jihat akhirnya Sultan
Babullah berhasil mengusir Portugis dari tanah Maluku. Setelah Portugis
berhasil diusir, Ternate berkembang pesat, dan Bandar Trenate pun selalu ramai
oleh para pedagang mancanegara. Namun pada abad 17 eksistensi Ternate semakin
meredup akibat pengaruh dominasi VOC dalam memonopoli perdagangan di wilayah
ini.
d. Tidore
Kesultanan Tidore adalah bersaudara denga kesultanan
Trenate. Berdasarkan silsilah kerajaan Maluku Utara, raja Tidore pertama,
Sahajati adalah saudara Masyhur Mulamo, raja Ternate yang pertama. Mereka adalah
putra Ja’far Shadiq.[6]
Raja pertama Tidore yang masuk Islam adalah
Raja Ciriliati yang berganti nama
menjadi Sultan Jamaludin ( 1459-1512 ), kemudian digantikan oleh putranya
Sultan Mansur. Dimana pada waktu pemerintahanya datanglah Spanyol pada tahun
1521, dan menancapkan pengaruhnya disana sebagai saingan atas keberadaan
pengaruh Portugis di Ternate.
Akhirnya Portugis dan Spanyol mengadakan suatu
perjanjian, dimana Potugis diberi keleluasaan mengembangkan pengaruhnya di
kepulauan Maluku, sementara Spanyol di wilayah Filiphina. Namun lambat laun
pengaruh Portugis semakin mereduk dan posisinya digatikan oleh Belanda yang
mulai datang dan berpengaruh kuat sejak abad ke 17. Kesultanan Tidore mulai
bangkit ketika diperintah oleh Sultan Nuku ( 1797-1805 ), yang berhasil mengusir
kompeni Belanda meninggalkan tanah Maliku. Dan juga pada masanya Tidore
mengalami masa kejayaanya, yang mana wilayah kekuasaanya sampai ke Papua barat,
Kepulauan Raja Ampat, Seram, Kepulauan Kei, bahkan sampai ke Kepulauan Pasifik.
e. Mindanau
Proses penyebaran Islam di Mindanau tidak terlepas
dari letaknya diantara jalur perdagangan ( Malaka, Borneo, Mindanau ). Agama
Islam sampai ke Mindanau setelah mundurnya Majapahit, yang dibawa oleh
mubaliigh Borneo dan Johor. Berdasarkan berita Sulu agama Islam masuk ke Sulu
dibawa oleh Syarif Almakhdum ( 1380 ), kemudian dilanjutkan oleh Syarif Abu
Bakar.[7] Lalu
Syarif Abu Bakar mengawini putri pangeran Bwansa, Raja Baginda yang telah
memeluk Islam. Sepeninggalan Bwansa kerajaan selanjutnya diwariskan kepada
Syarif Abu Bakar dan berhasil mengembangkan wilayahnya sampai ke Mindanau,
disana dia bertemu dengan Syarif Kebungsuan yang berasal dari Johor, putra
seorang Arab yang menyatakan diri sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. Dia
kemudian menikah dengan putri Tunina.
Demi kelangsungan perjuangan umat Islam di masa
mendatang, Syarif Abu Bakar mendirikan kerajaan di Mindanau di bawah pimpinan
Syarif Kebungsuan, dia sebagai sultan Mindanau. Namun tidak berselang lama
datanglah Portugis ( 1543 ) dan Spanyol ( 1565 ). Tentu saja kedatangan mereka
mendapatkan tantangan keras dari rakyat Filiphina terutama umat Islam yang
telah memiliki pengaruh yang cukup kuat dengan berdirinya kesultanan Buayan,
Sulu, dan Mindanau. Perang Moro terjadi beberapa kali dan diakhiri dengan
kemenagan Spanyol. Sehingga semua sektor pemerintahan dan ekonomi dikuasai oleh
Spanyol, tidak terkecuali pusat perniagaan.
f.
Pattani
Menurut A. Teeaw dan Wyatt,
berdasarkan tulisan Tome Pires dan lawatan Cheng Ho, Kerajaan Patani didirikan
sekitar abad 14 dan 15. Kedudukan Kerajaan Patani terletak sangat strategis, yang
dilalui lintas perdagangan timur barat, menyebabkan Kerajaan Patani cepat
berkembang dan menjadi kerajaan penting di selatan Siam dan utara Semenanjung
Malaka. Pedagang-pedagang muslim telah mendatangi Patani untuk berdagang dan
berdakwah.[8]
Kerajaan Melayu Patani mengalami
masa kejayaannya pada masa pemerintahan raja-raja perempuan (1584-1624). Pada
masa itu Patani telah muncul sebagai pusat perdagangan. Ijzerman, seorang
pedagang belanda, menyatakan bahwa patani adalah “pintu masuk” ke wilayah China
selatan. Kerajaan Patani mengalami kemerosotan, disebabkan oleh konflik
perebutan kekuasaan antara sesama pewaris kerajaan. Intensitas perang saudara
yang kerap terjadi menyebabkan situasi
keamanan tidak terjamin, sehingga Petani tidak lagi menjadi tumpuan pedagang.
Hal ini terus berlanjut sampai abad ke-18.[9]
Phraya Chakri, Raja Siam yang baru
saja mengalahkan Burma di Ayuthia, menyerang dan menundukkan Patani pada 1785.
Dan setelah itu kerajaan Pattani berada di bawah kendali kekuasaan Siam,
meskipun Kerajaan Pattani masih diberi otonomi untuk mengurus pemerintahanya
sendiri.
g.
Malaya
Bahwa masuk dan berkembangnya Islam
di Nusantara ( Malaya / Malaysia ) berkaitan dengan aktivitas perdagangan, di
sebabkan karena letak geografis di pertengahan atau di ujung jalan perdagangan
laut. Pedagang-pedagang Asia Barat datang ke Nusantara untuk mendapatkan emas,
bijih, timah, rempah-rempah, dan kapur barus. Tokoh sejarawan dalam Hikayat
Raja-Raja Pasai, Hikayat Aceh, dan Sejarah Melayu, seperti Wang Gungwu, C.A.
Majul, dan T.E. Arnold mengatakan bahwa pedagang-pedagang Arab telah menguasai
perdagangan di India, Nusantara, dan pelabuhan-pelabuhan China sejak zaman pra
Islam hingga abad 9 M.[10]
Mengingat letaknya yang setrategis,
Malaya sejak zaman pra Islam hingga zaman Islam, selalu menjadi tempat
perebutan kekuasaan. Dan di Malaya sealalu silih berganti penguasa yang
menguasai wilayah ini, dari zaman Sriwijaya ( 7M ), Malaka ( 15M ), Portugis (
16M ), dan yang terakhir yaitu Inggris ( 17-20M ). Yang bererti secara otomatis
berbagai aktifitas, terutama perniagaan di Malaya di bawah kontrol dan pengaruh
masing-masing penguasa yang menguasai Malaya.
h.
Borneo
Sebelum Islam
datang di Kalimantan, daerah ini berada dalam pengaruh Hindu-Budha. Kutai
adalah daerah pertama yang mendapatkan pengaruh Hindu. Muarakaman di tepi
sungai Mahakam adalah pusat pemerintahan Kerajaan Hindu pertama di Kalimantan.
Rajanya adalah Asywarman (anak Mulawarman) yang memerintah sekitar tahun 400.
Dari Kutai inilah pengaruh Hindu mulai menyebar ke wilayah-wilayah lain yang
ada di Kalimantan.
Pada akhir abad ke-15,
Islam mulai masuk ke Kalimantan. Kalimantan Barat Laut, Kepulauan Sulu dan
Filipina Selatan terletak di sepanjang jalur perdagangan yang menghubungkan
Malaka dengan Filipina. Karena itu, terutama orang Arab yang mampir di Malaka
dengan Johor dalam perjalanan perdangan mereka, dianggap sebagai para pembawa
Islam di daerah itu.
Di Kalimantan Barat
terdapat kekuatan politik Islam yaitu Kerajaan Islam Sukadana sekitar tahun
1590 M. Sukadana berada di bawah pengaruh Kerajaan Demak. Raja pertama yang
masuk Islam adalah Giri Kusuma. Kemudian dia dinobatkan sebagai raja Islam
pertama di kerajaan Sukadana.
Pada tahun 1725 M,
Kerajaan Islam Sukadana melepaskan diri dari pengaruh Kerajaan Demak. Sukadana
runtuh ketika penjajah Belanda mulai menguasai Kalimantan tahun 1787 M.
Karajaan Sukadana berdiri selama satu abad.
Perkembangan Islam
di Kalimantan semakin baik setelah bardirinya Kesultanan Banjar. Raja pertama
yang memerintaah adalah Pangeran Samudera. Ia diberi gelar dengan Sultan
Suriansyah. Rakyat setempat menyebutnya dengan Panembahan Habang. Ia memerintah
dari tahun 1526 hingga 1550.
Kasultanan Banjar
mulai mangalami masa kejayaannya pada dekade pertama abad ke-17, yaitu pada
masa Sultan Mustain Billah (1595-1620), Sultan Inayatullah (1620-1637), dan
Sultan Saidullah. Pada masa ini, lada menjadi komoditas perdagangan utama di
Kesultanan Banjar. Sejak pertengahan tahun 1650 hingga tahun 1852, Kasultanan
Banjar disibukkan oleh persoalan konflik istana.
i.
Sulu
Kota Sulu merupakan
dearah yang berada di wilayah Filiphina, kota ini merupakan jalur perdagangan dan menjadi
salah satu kekuatan politik pada abad ke 15. Kekuatan politik pada saat itu
adalah Kesultanan Sulu.
Islam masuk dan
berkembang di Sulu melalui orang Arab yang melewati jalur perdagangan Malaka,
Borneo dan Filiphina. Pembawa Islam di Sulu adalah Syarif Karim Al-Makdum, Mubalig Arab yang
ahli dalam ilmu pengobatan. Abu Bakar, seorang dai dari Arab, menikah dengan
putri pangeran Bwanas dan kemudian memerintah di Sulu dengan mengangkat dirinya
sebagai Sultan.
Para penguasa Kesultanan Sulu di Filiphina Selatan yang di mulai sejak Syarif Abu Bakar atau
Sultan Syarif Al-Hasyim (1405-1420 M) hingga Sultan
Jamalul Kiram II (1887) berjumlah 32 Sultan. Diantaranya adalah Sultan Abu
Bakar (Sultan Syarif Al-Hasyim), Sultan Kamaluddin bin Syarif Abu Bakar, Sultan
Alauddin bin Syarif Abu Bakar, dan lain-lain.
j.
Trengganu
Terengganu terletak pada rute perdagangan
sejak zaman kuno, laporan tertulis paling awal tentang Terengganu itu berasal
dari para pedagang China. Dimana pada masa itu Terengganu mempraktikkan ajaran Hindu - Budha dengan dikombinasikan dengan budaya animisme setempat. Di bawah pengaruh Sriwijaya, Terengganu diperdagangkan secara luas dengan Majapahit, Kerajaan Khmer dan terutama Cina.
Terengganu adalah negara bagian Melayu
pertama yang menerima Islam, dengan dibuktikan oleh sebuah monumen batu tanggal 1303 dengan tulisan
Arab ditemukan di Kuala Berang , ibukota Kabupaten Hulu Terengganu. Terengganu juga pernah
dikuasai oleh Kesultanan Malaka, ketika Kesultana malaka berkuasa di tanah
Melayu.
Terengganu muncul sebagai kesultanan yang berdiri sendiri pada tahun 1724 ketiaka Tun Zainal Abidin, adik
dari Sultan mantan Johor memproklamirkan berdirinya kesultanan Trengganu. Namun,
dalam kitab Tuhfat al-Nafis , penulis, Raja Ali Haji,
menyebutkan bahwa pada tahun 1708, Tun Zainal Abidin diangkat sebagai Sultan Terengganu
oleh Daeng Menampuk yang juga dikenal sebagai Raja Tua, di bawah kekuasaan
Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah ( Johor ). Setelah Sultan Tun Zainal Abidin
wafat, Kesultaa Trengganu di perintah oleh Sultan Mansur ( 1733-1794M ). Dan sampai
saat ini, Kesultana Trengganu telah diperintah oleh 17 orang sultan.
Pada abad ke-19, Terengganu menjadi negara
bawahan dari Siam, dan mengirim upeti setiap tahun
kepada Raja Siam disebut mas bunga. Di bawah Siam aturan, Terengganu
makmur, dan diberi otonomi penuh oleh Bangkok. Namun setelah itu kekuasaan di Trengganu diserahkan
oleh siam ke tangan Inggris ( dalam perjanjian Anglo-Siamese tahun 1909 )[11],
sehingga bercongkolah kekuasaan Inggris di Trengganu sampai kemerdekaan Malaysia.
BAB III
KESIMPULAN
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa.
Ø
Masuknya Islam di Asia
Tenggara adalah melalui proses perdagangan Internasional yang berpusat di Selat
Malaka melalui para pedagang muslim Persia, Arab, India dan China.
Ø
Kesopanan sikap, tingkah laku
dan kejujuran para pedagang Muslim membuat tertarik para penduduk setempat.
Ø
Pedagang Islam juga
mempunyai hubungan baik dengan pemerintah tempatan hingga diberi keistimewaan
berupa jabatan Syahbandar.
Ø
Perkembangan pesatnya
pusat-pusat perniagaan di Asia Tenggara dimana Islam mulai mendapatkan posisi
strategis di Asia Tenggara karena bertepatan dengan munculnya banyak kerajaan yang
bercorak Islam, di antaranya : Malaka, Kedah, Malaya, Trengganu, Sulu,
Mindanau, Borneo, Ternate, Tidore, dan Pattani.
Ø
Puncak perniagaan di Asia
Tenggara itu terjadi pada abad 16 M, dimana pada waktu itu Malaka merupakan
salah satu pusat perniagaan utama di kawasan Asia, bahkan Dunia.
Ø
Pusat-pusat perniagaan ataupun
kerajaan-kerajaan Islam di Asia Tenggara mulai kehilangan eksistensinya ketika
datangnya kekuasaan barat yang berusaha mendominasi di kawasan ini, yang
berujung pada kolonialisme asing.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH.
Maryam, Siti. Dkk. 2002. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta
: LESFI.
Misbah, Ma’ruf. Dkk. 1994. Sejarah Kebudayaan Islam.
Semarang : CV. WICAKSANA
Darmawijaya. 2010. Kesultanan Islam Nusantara. Jakarta :
PUSTAKA AL-KAUSAR
Harun, Yahya. 1995. Kerajaan
Islam Nusantara Abad XVI dan XVII. Yogyakarta : PT. KURNIA KALAM SEJAHTERA
Saifullah.
2011. Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
http://melayuonline.com/ind/history/dig/414/kesultanan-kedah
( Akses 15 Maret 2012, jam : 13.00 WIB )
Azra, Azyumardi.
1989. Perspektif Islam di Asia
Tenggara.
Jakarta :
Yayasan Obor Indonesia.
[2]
Dr. H. Saifullah, SA. MA, Sejarah dan Kebudayaan Islam di
Asia Tenggara, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011,
hal 14
[3]
Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, Jakarta:
Pustaka al-Kautsar. Hlm 8.
[4]
Kulano
merupakan gelar raja-raja Maluku ( Ternate. Tidore, Bacan, Jailolo ) sebelum Islam
[8] Dr. H. Saifullah, SA. MA, Sejarah Dan
Kebudayaan Islam Di Asia Tenggara, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010,
hlm. 83-84.
[9] Ibid, hlm. 85.
[10] Ibid, hlm. 42-44.
[11] Perjanian
Anglo-Siamese merupakan perjanjian antara Inggris dengan kerajaan Siam yang di
tanda tangani pada tanggal 10 Maret 1909 di Bangkok terkait wilayah kekuasaan
Siam di tanah melayu. Yang Retifikasinya ditukar di London pada tanggal 9 Juli
1909.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar