Jumat, 28 Desember 2012


Oleh : Usman Hadi

Kalimat Efektif, Antara Kaidah Dan Penggunaanya
Setiap gagasan, pikiran, atau konsep yang dimiliki oleh seseorang pada prakteknya harus dituangkan dalam bentuk kalimat. Tentunya kalimat tersebut harus menimbulkan gagasan yang sama dalam pikiran pendengar atau pembaca, sebagaimana yang dipikirkan oleh pembicara atau penulis.

Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak bisa lepas dari lingkunganya, hubungan ini menimbulakan interaksi dan tindakan sosial. Namun ada satu hal yang mendasar disetiap interaksi dan tindakan sosial tersebut, yakni komunikasi.

Sebagaimana yang kita ketahui, komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam masyarakat, orang lain akan tahu dengan apa yang kita inginkan melalui perantara komunikasi, demikian juga sebaliknya, kita akan tahu apa yang diinginkan masyarakat dan lingkunagan kita dengan komunikasi pula.

Banyak sekali model seseorang dalam berkomunikasi, baik dengan bahasa tubuh, ucapan , maupun dalam bentuk tulisan. Tidak bisa dipungkiri, komunikasi melalui ucapan dan tulisan lebih dominan dalam komunikasi kita sehari-hari. Namun kemudian muncul permasalahan, terkadang kita kesulitan dalam menyampaikan sesuatu apa yang kita inginkan karena timbulnya miskomunikasi. Banyak orang yang tidak sadar mengapa kita sering mengalami miskomunikasi, miskomunikasi itu terjadi karena kita sering menggunakan kalimat ambigu dan kurang efektif.

Kalimat sendiri merupakan bagian terkecil dari ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran secara utuh dalam ketatabahasaan. Dalam wujud lisan kalimat diiringi oleh alunan titiknada, disela oleh jeda, dan diakhiri oleh intonasi selesai. Sedangkan dalam wujud tulisan, kalimat dimulai dengan huruf capital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru.

Kalimat yang benar dan jelas akan menghindarkan kita dengan kalimat ambigu, karena kalimat tersebut mudah dipahami orang lain, kalimat demikian disebut kalimat efektif. Sebuah kalimat efektif harus memiliki kemampuan untuk memunculkan kembali gagasan pada pikiran pembaca atau pendengar seperti yang terdapat dalam pikiran penulis atau pembicara. Hal ini berarti bahwa kalimat efektif  harus disusun secara sadar guna mencapai daya informasi yang diinginkan penulis atau pembicara terhadap pembaca atau pendengar.

Kalimat dikatakan efektif bila memenuhi dua kriteria berikut. Pertama, kalimat tersebut secara tepat dapat mewakili gagasan atau perasaan pembicara atau penulis. Kedua, kalimat tersebut sanggup menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran pendengar atau pembaca seperti yang dipikirkan oleh pembicara atau penulis.

Kalimat sangat mengutamakan keefektifan informasi itu, sehingga kejelasan kalimat itu dapat terjamin. Kalimat efektif menggunakan kaimat yang singkat, padat, jelas, lengkap, dan menyampaikan informasi secara tepat.

Ciri-ciri Kalimat Efektif
Banyak para ahli bahasa yang berusaha merumuskan ciri-ciri kalimat efektif ini, namun secara garis besar ciri-ciri kalimat efektif dapat dikategorikan sebagai berikut.

Pertama, keutuhan, kesatuan, kelogisan, atau kesepadanan makna dan struktur. Kesatuan kalimat disini ditandai dengan kesepadanan struktur dan makna kalimat.

Kedua, kesejajaran bentuk kata dan atau struktur kalimat secara gramatikal. Kesejajaran disini berarti penggunaan bentuk gramatikal yang sama untuk unsur kalimat yang sama fungsinya. Jika sebuah fikiran dinyatakan dengan frase, maka fikiran-fikiran sejajar yang lain harus dinyatakan pula dengan frase. Jika suatu gagasan dinyatakan dengan kata kerja bentuk me-, di-, dan sebagainya, maka gagasan yang lain yang sejajar harus dinyatakan pula dengan kata kerja me-, di-, dan sebaginya.

Ketiga, kefokusan fikiran sehingga mudah difahami. Kefokusan ini bertujuan agar kalimat tersebut dapat dengan mudah difahami maksudnya. Untuk menjaga kesatuan gagasan hendaknya dicamkan asas “tiap kalimat harus mengandung satu ide pokok”, agar setiap kalimat mudah ditangkap dalam berkomunikasi.

Keempat, kehematan penggunaan unsur kalimat. Hemat disini berarti hemat dalam penggunaan kata, frase, dan bentuk lain yang dianggap tidak perlu, tetapi tidak menyalahi kaidah tata bahasa. Hal ini dikarenakan, pengguanaan kata yang berlebihan akan mengaburkan maksud kalimat. Untuk menjamin kehematan kalimat, setiap unsur kalimat harus berfungsi dengan baik dan menghindari kalimat yang mubazir.

Kelima, kecermatan dan kesantunan. Kecermatan dan kesantunan ini berkaitan dengan ketepatan memilih kata sehingga menghasilkan komunikasi yang baik, tepat, dan tanpa gangguan emosional pembaca atau pembaca atau penulis.

Keenam, kevariasian kata dan struktur sehingga menghasilkan kesegaran bahasa. Kevariasian ini bertujuan agar pembaca tidak merasa bosan dan jenuh saat membaca tulisan sang penulis. Sedangkan yang dimaksud dengan variasi kalimat disini ialah variasi kalimat-kalimat yang membangun kalimat dalam paragraf, yang dilakukan dengan variasi struktur, diksi, dan gaya bahasa asalkan tidak menimbulkan perubahan makna.

Ketujuh, ketepatan diksi. Ketepatan diksi harus mengungkapkan pikiran secara tepat, seksama, dan lazim. Serta dapat membedakan kata-kata yang hampir bersinonim, kata yang berlawanan makna, dan kesesuaian makna. Sehingga terhindar dari penggunaan kata yang ambigu.

Kedelapan, ketepatan ejaan. Kecermatan penggunaan ejaan sangat menentukan kualitas dalam penyajian data. Dimana ada tuntutan untuk menerapkan kaidah sesuai dengan EYD, supaya informasi yang didapat itu baik dan benar dan sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh pembicara atau penulis.

Sebenarnya kita dapat terhindar dari kata-kata ambigu yang sering menimbulakan miskomunikasi bila kita dengan seksama menggunakan kaidah-kaidah berbahasa yang baik dan benar, dan kita perlu cermat serta perlu lebih memahami ciri-ciri kalimat efektif itu sendiri.

Maka dari itu dalam setiap kegiatan hendaknya kita memperhatikan penggunaan kalimat, agar kalimat tersebut menjadi efektif (sesuai dengan apa yag kita kehendaki), serta dalam benkomunkasi hendaknya kita menghindari atau setidaknya meminimalisir penggunaan kalimat yang tidak efektif.

Sumber Bacaan :
Ahmad Widyamarta, Seni Menggunakan Kalimat, (Yogyakarta: Kanisius, 1991)
Endang Hartini, dkk, Bahasa Indinesia, (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan kalijaga Yogyakarta, 2005)

Rabu, 26 Desember 2012


Hari Keuangan, Antara Sejarah dan Realita Sekarang
“Jangan sekali-kali melupakan sejarah”, ini merupakan pesan dari founding Fathers kita Ir. Soekarno yang disampaikan dalam pidato kenegaraan beliau saat peringatan HUT RI-21. Istilah inilah yang kemudian terkenal dengan nama jas merah.

Sejarah Hari Keuangan Nasional selalu diperingati pada tanggal 30 Oktober. Karena 66 (enam puluh enam) tahun silam, tepatnya tanggal 30 Oktober 1946 telah diberlakukan mata uang nasional (ORI : Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti mata uang Jepang, uang NICA, dan uang keluaran Javasche Bank yang belaku dipasaran ketika itu.

Sejarah ORI ini sendiri bermula ketika Menteri Keuangan A.A Maramis pada awal-awal kemerdekaan membentuk tim khusus untuk menemukan tempat percetakan uang dengan teknologi yang relatif modern. Kemudin tim ini berhasil menemukan dua percetakan yang dianggap layak dan memenuhi persyaratan, yakni percetakan G. Kolff Jakarta dan percetakan Nederlands Indische Mataalwaren en Emballage Fabrieken (NIMEF) Malang. Menteri akhirnya menetapkan pembentukan Panitia Penyelenggaraan Percetakan Uang Kertas Republik Indonesia yang diketahui oleh TBR. Sabarudin. Berawal dari inilah akhirnya ORI pertama kali dicetak yang ditangani oleh RAS. Winarno dan Joenet Ramli.

Pada tanggal 2 Oktober 1946 terjadi penggantian menteri, dimana Menteri Keuangan A.A Maramis digantikan oleh Mr Sjafruddin Prawiranegara. Pada masa jabatan beliau-lah usaha penerbitan uang sendiri mulai memperlihatkan hasilnya. Dimana mulai pada tanggal 30 Oktober 1946 telah resmi diterbitkan emisi pertama uang kertas ORI. Mata uang ini ditanda tangani oleh oleh Alexander Andries Maramis.

Sebelum mata uang ORI dikeluarkan, pada tanggal 29  Oktober 1946 Muhammad Hatta telah memberikan sambutan yang penuh dengan rasa semangat di Radio Rebublik Indonesia Yogyakarata. Dan salah satu sambutanya berbunyi “mulai besok, rakyat indonesia akan berbelanja dengan uangnya sendiri dan mulai besok, rakyat indonesia akan menjadi rakyat dari negara yang berdaulat atas ekonominya sendiri.”

Ternyata pencetakan mata uang ORI ini memberikan dampak yang sangat besar dalam masyarakat. Rakyat merasa bangga menggunakan uang yang bertuliskan Indonesia, ORI bukan hanya sekedar digunakan sebagai alat tukar menukar, namun lebih dari itu. ORI digunakan sebagai lambang kemerdekaan, alat pemersatu dan sebagai alat memperkenalkan diri pada masyarakat umum dan masyarakat dunia.

Realita Sekarang
Entah karena faktor waktu atau memang karena rasa nasionalisme yang telah memudar, rasa kebanggaan dengan mata uang sendiri semakin pudar. Uang ORI atau sekarang bernama Rupiah telah kehilanga karismanya, dan penggunaanya tidak lebih dari alat tukar, bahkan yang lebih ironis banyak kalangan yang enggan menggunakan mata uang rupiah dan lebih suka menggunakan mata uang asing dalam setaip transaksi, dengan alasan mata uang asing lebih setabil. Padahal, kepercayaan terhadap mata juga mempengaruhi nilai tukar mata uang tersebut.

Sedangkan Hari Keuangan yang setiap tanggal 30 Oktober diperingati sebagai Hari Keuangan Nasional hanya sebatas rutinitas, tanpa berusaha menggali dan menguak nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Sungguh ironis memang, bangsa yang berkeor-keor pengagungan sejarah namun tidak menghargai nilai-nilai yang terkandung dalam peristiwa sejarah itu.

Seharusnya pemerintah lebih berusaha mensosialisasikan kepada masyarakat terkait dengan pentingnya Hari Keuangan Nasional sebagai salah satu icon kebangkitan nasional dalam bidang perekonomian. Sosialisasi ini bisa melalui pendidikan sekolah, penyuluhan masyarakat, ataupun yang lainya. Namun hal ini juga harus dimbangi oleh peran serta masyarakat untuk lebih menghargai mata uang Rupiah sebagai salah satu bagian yang tidak telepaskan dalam kehidupan bangsa kita

Selasa, 25 Desember 2012


Dunia Modern dan Kaum Sufi
Peradaban modern telah memajukan ilmu dan pengetahuan serta teknologi yang sangat pesat, namun dilain pihak timbul penderitaan yang sangat besar yang dialami umat manusia karena penyalahgunaan ilmu, pengetahuan, dan teknologi tersebut. Masyarakat modern juga sangat kering akan unsur sepritualitas, sehingga banyak orang yang terjebak dan kehilangan jati diri atas hubunganya dengan pencipta.

Modern atau modernitas banyak yang mengartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju masyarakat yang modern. Masyarakat yang modern memiliki berbagai ciri, diantaranya cara berfikir rasional dan ilmiah, serta objektif, orientasi masa depan, menghargai waktu, dan organisasi yang terstruktur.

Modernitas sendiri sangat erat kaitanya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi ada yang berdampak positif dan ada yang berdampak negatif, tergantung bagaimana cara pengelolaanya. Kehadiran IPTEK tak bisa terelakkan membawa perubahan yang sangat besar bagi masyarakat, berbagai kemajuan ditemukan dan memiliki sumbangsih besar bagi peradaban umat manusia sekarang. Namun disisi yang lain, IPTEK juga menimbulkan berbagai problem sosial, seperti desintegrasi ilmu pengetahuan, kepribadian yang terpecah, penyalahgunaan iptek, pendangkalan iman, pola hubungan materialistis, menghalalkan berbagai cara guna mencapai tujuan, dan lain sebagainya.

Pola hubungan masyarakat modern yang cenderung rasionalis, sekuler, dan materialistis ternyata tidak menambah kebahagiaan dan ketentraman hidup umat manusia. Secara kasat mata kebanyakan mereka terlihat bahagia di luar, namun kering spritualitas karena kebutuhan rohani cenderung terabaikan.

Disinilah peran dari tasawuf sebagai jalan bagi para sufi sebagai obat dalam mengatasi krisis kerohanian masyarakat modern yang telah lepas dari pusat dirinya. Mata air tasawuf yang sejuk sekiranya dapat memberikan penyegaran dan penyelamatan pada manusia-manusia yang terasing tersebut.

Kesan bahwa tasawuf yang elitis dan egois dengan mengedepankan atau menunjukkan simbol-simbol seperti jubah, berjenggot panjang kiranya harus didekontruksi. Jalan tasawuf tidak harus dimengerti sebagai orang yang kolot dan menghindar dari kehidupan dunia. Sejatinya tasawuf harus menjadi motor penggerak manusia dengan menjadikan dunia sebagi media mendekatkan diri pada tuhan. Bagaimana manusia bisa mengabaikan hubungan yang horizontal dengan hanya mengedepankan hubungan vertikal, dimana syariah pun mengatur akan kedua-duanya.

Penerapan Konsep Taswuf dalam Kehidupn Modern
Zuhud, secara bahasa berarti bertapa di dunia, adapun secara istilah yakni berusaha melakukan ibadah dengan berupaya semaksimal mungkin menjauhi urusan dunia, dan hanya mengharapkan ridha Allah. Banyak orang yang terjebak pada pengertian zuhud sehingga menimbulkan presepsi yang salah, zuhud tidak menafikkan dunia. Sejatinya dunia merupakan ladang bagi mereka untuk kehidupan kelak di akhirat.

Tawakal, tawakal berarti kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah Ta’ala untuk mendapatkan kemaslahatan serta mencegah bahaya, baik menyangkut urusan dunia maupun akhirat. Banyak yang menganggap tawakal merupakan sikat apatis, namun sebenarnya bukanlah demikian, mewujudkan tawakal bukan berarti meniadakan usaha. Tawakal disini berarti berserah diri kepada Allah yang disertai dengan ikhtiar dan usaha.

Ikhlas, menurut difinisi ikhlas secara bahasa adalah bersih, sedangkan menurut istilah adalah membersihkan hati agar ia menuju kepada Allah semata dalam setiap perbuatanya, dan hati tidak boleh menuju selain kepada Allah. Sejatinya konsep ikhlas disini lebih mengarahkan agar manusia lebih berhati-hati dalam setiap melangkah, dan dalam setiap tindakan selalu diarahkan guna mencari ridha Allah semata.

Qana’ah, qana’ah merupakan sikap kepuasan jiwa atas seberapapun rizki yang dimilikinya, sedikit atau banyak tetap diterima dengan penuh rasa syukur. Dengan demikian sikap qana’ah bisa terwujud dengan cara menemukan kecukupan di dalam apa yang dimiliki.

Sabar, sabar merupakan sikap keteguhan hati dalam menghadapi kesulitan hidup. Dalam menjalani hidup, susah dan senang silih berganti, kadang kala hidup kita lurus dan datar, namun kadang kala hidup kita penuh dengan liku dan mendaki. Akan tetapi sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah dalam Al-Qur’an, hanya orang-orang sabar yang bisa lolos dari kehidupan yang berliku-liku ini. Seperti yang dinyatakan dalam surat Al-Baqarah (2): 155 “Dan sesungguhnya akan kami berikan percobaan yang sedikit kepada kamu, seperti ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Kemudian sampaikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar,”

Melihat berbagai realitas masyarakat sekarang yang kehilangan jati diri, bahkan mereka tidak tahu untuk apa sebenanya mereka hidup dan untuk apa sebenarnya mereka diciptakan. Peran tasawuf disini sangat besar, serta tasawuf bisa dijadikan sebagai obat dalam mengatasi krisis kerohanian masyarakat modern.

Corak pandang kita dengan dunia sufi juga harus dirubah, kesan para sufi yang mengabaikan dunia, berjubah, berjenggot panjang itu merupakan sedikit dari sempel corak kehidupan tasawuf. Padahal banyak kalangan yang semaqam dengan para sufi dan mereka berdasi. Cara pandang sufi bukan berarti mereka menolak dunia, dunia bagi mereka merupakan ladang untuk mendekatkan diri dengan tuhan. Lewat perantara dunia maka meraka akan bisa bertemu dengan tuhan. Sudah selayaknya kita tidak menutup mata, akan peran tasawuf dalam mengatasi berbagai permasalahan masyarakat modern yang semakin kompleks sperti sekarang ini.